Dari sekian banyak kekayaan
alam yang dihadirkan di Maluku Utara, adalah bacan sebuah nama pulau,
nama kerajaan, sekaligus juga nama batu mulia yang telah melambungkan
namanya ke mancanegara. Untuk yang terakhir itu, bacan sebagai nama
jenis batu mulia telah tersohor hingga ke luar negeri bukan hanya di
masa sekarang melainkan sejak abad pertengahan dimana kawasan ini
menjadi pusat rempah-rempah dunia.
Meski pamor batu bacan
menguat beberapa tahun belakangan di kalangan peminat batu mulia namun
sebenarnya orang di kawasan empat kerajaan Maluku (Terante, Tidore,
Jailolo, dan Bacan) sudah mengetahui jauh sebelumnya. Nama pulau
penghasil batu bacan sendiri adalah Pulau Kasiruta. Akan tetapi,
penisbahan nama bacan diawali dari tempat pertama kali batu itu
diperdagangkan, yaitu Pulau Bacan yang tidak seberapa jauh jaraknya dari
Pulau Kasiruta.
Batu bacan merupakan 'batu
hidup' karena kemampuannya berproses menjadi lebih indah secara alami
ataupun cukup dengan mengenakannya setiap hari dalam bentuk cincin,
kalung, ataupun kepala sabuk. Batu bacan dengan inklusi atau serat batu
yang banyak secara perlahan akan berubah menjadi lebih bersih (bening)
dan mengkristal dalam waktu bertahun-tahun.
Sebagai contoh, batu bacan
warna hitam secara bertahap mampu berubah menjadi hijau. Tidak cukup
berproses sampai di situ, berikutnya batu ini masih bisa berubah lagi
dalam proses 'pembersihan' sehingga menjadi hijau bening seperti air.
Untuk mempercepat proses tersebut biasanya pemilik batu bacan akan
terus-menerus memakainya hingga berubah warnanya.
Tidak hanya mampu 'hidup' berubah
warna secara alami, batu bacan juga untuk beberapa jenis dapat menyerap
senyawa lain dari bahan yang melekatinya. Seperti sebutir batu bacan
hijau doko yang dilekatkan dengan tali pengikat berbahan emas mampu
menyerap bahan emas tersebut sehingga bagian dalam batunya muncul
bintik-bintik emas.
Kemampuan batu bacan yang berubah
warna secara alami dan mencerap bahan melekatinya itulah yang membuat
pecinta batu mulia di luar negeri dari China, Arab, dan Eropa tercengang
dan kagum terhadapnya. Selain itu, batu bacan juga memiliki tingkat
kekerasan batu 7,5 skala Mohs seperti batu jamrud dan melebihi batu
giok. Dengan keistimewaan dan keunggulan batu bacan itulah banyak
pecinta batu mulia dari luar negeri memburunya sejak tahun 1994. Di
Indonesia sendiri batu ini baru popular belakangan sejak 2005 dimana
sekarang harganya sangat mahal serta kurang logis bagi orang awam
.
Sebagai panduan singkat bahwa jenis batu bacan berkualitas yang umum
dikenal dan beredar di pasaran ada dua, yaitu bacan doko dan bacan
palamea. Bacan doko kebanyakan berwarna hijau tua sedangkan bacan
Palamea berwarna hijau muda kebiruan. Nama palamea dan doko sendiri
diambil dari nama desa di Pulau Kasiruta. Kedua desa tersebut memiliki
deposit batu bacan cukup banyak selain di desa Imbu Imbu dan Desa
Besori. Batu bacan sendiri merupakan jenis batu krisokola yang
kebanyakan berwarna hijau kebiruan. Kekerasan awal batu ini berkisar
antara 3-4 pada skala Mohs. Batu Bacan berkualitas adalah yang telah
mengalami proses silisifikasi sehingga kekerasannya mencapai 7 pada
skala Mohs. Batu bacan yang sudah memproses alami akan terlihat
mengkilat dan keras ketika sudah diasah.